Sunday, March 3, 2019

Cahaya Dalam Gulita


Hari berlalu.
Membuka laptop kesayangan, Hans membisu. Terduduk lemah, bahkan menulis pun ia tak lagi mau. Hans hanya diam memandang langit biru. Kosong dan kelabu.
Menatapnya dengan lelah, hatiku mulai ikut gundah. Dan waktu terus bertambah. Bergeming. Hans tak jua goyah.
“Maaf. Aku tak lagi sesempurna dulu.” Meraba, mencari tanganku, Hans berkesah pilu. Mataku kembali memanas menahan ragu. Hans-ku....
“Tapi aku selalu tahu, Hans, kau tetap Hansku yang dulu.” Memegang jemari lembutnya, perih. Kutahan isak di dada.
Melangitkan sepotong doa, meski dalam gulita kuingin kembali kau temukan cahaya. Demi merenda asa. Masa, dimana kau dan aku memintal cinta dalam kasih nan bahagia.
***
Kenanganku melaju pada hari kelabu saat Hans harus mengalami hari pahit pilu. Kami bersama pergi menuju perpustakaan daerah untuk mencari referensi sebuah buku. Laju motor yang membawaku tak bisa dibilang kencang, bahkan hanya perlahan karena sambil menikmati pagi cerah suasana Minggu. Entah mengapa dari belakang kami tetiba menyalip sebuah sedan biru. Mengkilap dengan cahaya lampu membutakan penglihatanku. Hans yang mengendara motor dalam keramaian tak sanggup bertahan menjaga stabilnya motor dari lalu lintas yang semrawut. Kami oleng. Motor menyapu aspal dengan deru. Membanting kiri Hans sengaja menabrak portal jalanan. Dan braakkk !!! Aku tak lagi tahu.
Saat sadar aku hanya merasa pening di kepalaku. Jahitan melingkar di pipiku. Gigiku rompal menyisakan pilu. Hans.... Aku mencarinya setelah tahu di mana keberadaanku. Bangsal putih dengan aroma khas itu.... Hans dan kecelakaan itu. Aku kembali melayang di langit biru, tanpa batas, membumbung hingga kelabu.
Hari berlalu.... aku memudar bersama waktu.  
Menyerpih dalam kelam malam nan beku.
Perjalanan panjangku mulai berlaku.
Satu.
Satu.
Demi satu.
Aku harus menyelesaikan tugasku....


....bersambung....

No comments:

Post a Comment