Monday, June 14, 2021

 Rindu

 


 

 

Aku masih bisa mendengar langkah kakimu.

Masih juga mendengar suara lembutmu.

Aku masih melihat bayang sosokmu.

Bahkan masih bisa merasakan hembus nafasmu.

 

Duhai,

Buah hatiku.

Mengapa tak sedikitpun kau berkabar pada Ibu?

Tidakkah kau tahu seberapa besar rasa kasih yang kutanam di hatimu?

Tidakkah kau merasa

Seberapa dalam kerinduan yang saat ini coba kupadamkan?

 

Tapi sungguh aku tak pernah bisa paham,

Bagaimana mungkin kau secepat itu pergi dan menghilang,

Lalu entah

Seolah tak ada lagi yang bisa kuharapkan.

 

Duhai,

Permata hati Ibu,

Akan berapa lama lagi Ibu harus menanggung kerinduan hati?

Masih harus berapa lama lagi kau menjauh dari Ibu

Bila hanya untuk memperbaiki diri?

Pulanglah, Nak.

Segera kembali.

Pada Ibu yang lama menanti.

Hingga sehari berasa setahun bagai tak berarti.

 

Pulanglah, Nak.

Jangan lagi peduli 

Pada orang-orang yang tak kan pernah bisa mengerti.

Ibu hanya berharap kau kembali

Menjadi kesayangan Ibu dan menjadi cahaya hati.

Segeralah kembali,

Nova Asfani....

Ibu menanti dan selalu berharap kau kembali.

Bagaimanapun adamu Ibu tak peduli.

Sbab begitulah hati seorang Ibu sejati.

Hanya berharap yang terbaik

Demi buah hatinya agar wajahnya ceria kembali.

 

 

 

 

Roemah Difabel, 14 Juni 2021  16.23 wib.

 

Friday, June 4, 2021

 
My Apple Eyes




Kak,

Terimakasih ya.

Untuk sebuah kesempatan

Yang tidak akan pernah mba yanti dapatkan.

Terimakasih untuk hadiah indah,

Yang belum pernah mba yanti rasakan.


Panggilan sayang itu,

Sebutan Bunda yang Kakak sematkan,

Begitu memanggil

Menyentuh kalbu.

Andai boleh berharap,

Andai masih boleh diijinkan,

Jangan pernah berubah

Sebutan yang Kakak berikan.

Biarlah itu jadi satu kehormatan

Bagi mba yanti,

Bagi mas Sugeng,

Bagi kami berdua yang teramat sangat mendambakan.


Kami tak minta apapun.

Namun hadiah indah yang Kakak sematkan

Sebagai sebuah panggilan,

Nilainya begitu berarti bagi kami.

Hingga kami tak tahu

Bagaimana harus memberikan balasan.


Kak, 

Tetap ijinkan kami

Berharap Kakak kembali.

Bukan karena pamrih,

Tapi karena panggilan sayang

Yang telah Kakak sematkan

Bagi dua orang yang teramat sangat mendambakan,

Lengkapnya sebuah keluarga 

Dengan hadirnya seorang putra kebanggaan.


Kak,

Kembali dan pulanglah pada kami,

Sebagai anak kesayangan.


Bunda menunggu,

Hanya untuk berharap

Bisa mendengar panggilan mesramu.

Pulanglah, Nak.

Pada kami orangtuamu.

Ayah menanti,

Kapanpun kau datang untuk kami.

Jadilah permata bunda.

Jadilah buah kasih ayah.

Semoga hal ini tak membuatmu susah.

Tetaplah ceria

Seperti saat pertama kita berjumpa

Dalam garis takdir-Nya.




Mugas, 4 Juni 2021 

Menanti Subuh dengan harapan tersimpan.

Bagi Ananda kesayangan.

"Nova Asfani Prasetyo"

Thursday, February 11, 2021

 

Desak Nyanyian Hati



Dalam diam dan sepiku malam ini.

Dalam doa dan pujaku dari hati.

Sebuah kidung persembahan dari lembah sunyi,

kualun dalam nada suci panggilan Illahi.

Mengenang kepergian Mamak,

Sepintal doa kupatri,

Kulangitkan pada Sang Hyang Maha Suci.

Ya Rabb,

ajarkan padaku tentang sebuah keikhlasan hati....

Mataram 266

 

 

Dalam Tujuh Hari Setelah Mamak Pergi

 

 

Pagi, Senin, 25 Januari 2021

Sebelum berangkat ke RD, aku baru hendak menyuapi Mamak.

Terpana. Aku kaget menatap wajah Mamak. Ada yang berbeda.

Entah apa aku masih tak pernah bisa memastikannya.

Apa yang berbeda, dan apa yang membuat Mamak beda.

Yang pasti saat itu aku melihat wajah Mamak begitu bersahaja. Putih penuh cahaya hingga aku tak bisa mengenalinya. Dalam diam tidurnya aku hanya bilang pada Mamak bahwa sudah saatnya sarapan.

Seperti biasa aku menyuapi Mamak dengan bubur yang baru saja kubelikan.

Separo porsi Mamak bisa makan. Dan aku lega bisa berangkat kerja.

Dalam hati kecil yang terus bertanya aku masih gamang meninggalkan Mamak begitu saja.

Wajah siapa?

Dan mengapa Mamak nampak berbeda.

Aku masih saja tak hirau dengan berjuta tanya yang ada di benak dan berusaha melupakannya.

Melupakan perbedaan dan perubahan Mamak yang begitu kentara.

 

Selasa, 26 Januari 2021 aku tak ingat secara pasti.

Tinggal di RD membuat aku harus melakukan semua kegiatan seperti di rumah.

Saat akan membersihkan meja seperti biasa,  saat aku tengah menyapu di pagi buta, aku merasa seseorang menatapku dari arah dapur. Wajah yang seperti aku kenali, namun aku tak pasti wajah siapa.

Hanya sekilas lalu sosok itu hilang seolah bersembunyi di antara daun singkong yang rantingnya jarang.

Perasaanku kembali tidak nyaman. Dalam tanya aku kembali memastikan, siapa yang menemaniku saat itu tanpa mengenal sosoknya?

Rabb.

Andai aku boleh bertanya, apakah itu Ibu yang di sedang dalam perjalanan memenuhi panggilan-Mu?

Setelah Mamak tiada, aku baru menyadarinya bahwa itu memang Mamak yang menjengukku dalam perjalanannya menuju Sang Maha.

Waktu berlalu dari Senin menuju Kamis, 28 Januari.

Seolah ada yang menggelayut pikiranku. Seolah ada yang menyuruh aku pulang dengan segera.

Setelah membeli setengah kilo apokat kesukaan Mamak aku segera pulang.

Hatiku gamang.

Seolah ada yang bilang agar aku cepat pulang.

Maka aku pulang dengan sedikit berkemas membawa beberapa barang keperluan.

Sesampainya di rumah, mbakyuku mengajak ambil apokat pesanan. Dalam perjalanan itu dia mengatakan kalau Mamak sudah banyak mengalami perubahan.

Mamak kesulitan bernafas.

Bicaranya sudah tak lagi jelas didengarkan.

Selera makan Mamak juga sudah berkurang.

Mamak juga sudah kesulitan minum dan menelan.

Ya Rabb.

Sejak Senin lalu saat aku menyuapi Mamak, kurasa Mamak memang sudah kesulitan makan.

Minumnya pun sudah tak lagi mengisap air dari pipet yang kusodorkan.

Alih-alih menyesap teh yang kutawarkan, Mamak malah meniup air minum yang kuberikan.

Aku sadar.

Waktu kebersamaanku dengan Mamak makin berkurang.

Tidak kembali ke RD aku tau Mamak sudah ngedrop.

 

Jumat, 29 Januari 2021

Sarapan pagi dihabiskan Mamak dalam waktu satu jam.

Dari jam 7 hingga jam 8 Mamak makan separo porsi bubur yang baru kubelikan.

Masih dengan kondisi pernafasan yang kesulitan.

Beberes kamar, aku memastikan Mamak kondisinya baik dan aman.

Hingga siang, waktu menunjukkan pukul 13 dan Mamak aku siapkan bubur dalam porsi kecil.

Sejak pukul 13.30 Mamak hanya makan lima kali suapan. Itupun hanya dalam ukuran seujung sendok makan. Terakhir aku menyuapkan, Mamak malah membuang sendiri makanan yang sudah ditelan.

Sedikit patah hati aku coba menyuapi Mamak lagi.

Tak mau.

Mamak tak lagi mampu.

Dalam diam tangis yang kutahan, aku mengajak Mamak beristighfar.

Tangan dan kaki Mamak dingin.

Aku coba menggosok Mamak dengan minyak urut supaya hangat.

Mamak seolah tak mendengar.

Mamak hanya menyebut Ibunya dan adik yang ia rindukan.

Mbakyuku datang.

Memasang selimut dan handuk buat Mamak untuk menghangatkan.

Mamak masih dalam diam dan menyebut nama Ibu dan adiknya yang sejak lama ia rindukan.

Lalu adikku datang.

Melihat kondisi Mamak ia mengajak kami untuk membaca potongan Qur'an bersama.

Surat Yassin kami kirimkan supaya Mamak sedikit tenang.

Badan Mamak mulai hangat dan Mamak tidur dengan tenang.

Mbakyu-mbakyuku mulai berdatangan.

Ada sedikit kelegaan karena Mamak ditunggui anak-anak yang ia harapkan.

Karenanya,

 

Sabtu, 30 Januari 2021 aku berangkat kerja.

Selain Mamak sudah mulai stabil kondisinya,

Mamak makan dengan satu porsi bubur ayam kesukaan,

Dan anak-anaknya sudah menunggu dengan seksama.

Aku harus menyelesaikan tanggung jawabku mengisi materi RD News.

Selepasnya aku langsung pulang.

Anak cucu dan buyut berdatangan.

Mamak sudah melepas rindu yang ia tahan sendirian.

Sekar, Sreya dan Atta datang ikut berdoa buat Mamak.

Membaca Al-fatihah buat Mamak,

Mamak seolah mendapat penghiburan.

Kerinduannya pada Sekar seolah bisa terlepas begitu saja.

Dan senja yang datang

Membuat semua pulang meninggalkan Mamak dengan kami yang berdebar-debar.

Mamak.

Waktu berlalu dalam senyap.

Mamak mulai stabil dan membaik kondisinya.

 

Pagi datang.

Minggu, 31 Januari 2021 aku solat subuh dalam ketergesaan.

Masih bisa berkirim doa

Tujuh kali Al-fatihah kukirim buat Mamak dan Bapak.

Agak siang aku menyetrika baju-baju Mamak

Yang tidak kering karena hujan yang panjang.

Dalam diam aku mendoa dan meminta,

"Ya Allah,

Bila memang sudah waktunya Mamak pulang,

Insyaallah aku ikhlas Lillahi Ta'ala."

 

Dalam diamku,

Aku tidak bisa melihat Mamak merasakan sakit karena luka di lehernya.

Aku tidak tega melihat Mamak merasakan lubang-lubang yang kian menganga di leher kurusnya.

Aku juga tidak sampai hati melihat mbakyuku yang menahan tangis tiap kali merawat Mamak kesakitan.

Selesai menyetrika aku menjenguk Mamak.

Mamak membuka mata.

Dan aku kembali terpana.

Tatapan mata Mamak,

Tatapan mata yang lama tak kutemukan.

Tatapan mata yang kurindukan.

Mamak seolah ingin berkata.

Tapi aku begitu bodoh tidak bisa paham.

Kubetulkan letak kaki Mamak sambil mengucap shalawat.

"Kaki Mamak tak luruskan yo, ben enak." Ujarku sambil bershalawat.

Kubetulkan selimut supaya Mamak tidak kedinginan.

Dan lalu Mamak kutinggalkan beberes halaman.

 

Tak berapa lama mbakyuku berteriak.

Dan saat itulah aku sadar.

Tepat waktu menunjuk pukul 8.40 wib.

Mamak pergi meninggalkanku menuju keabadian.

Dalam tidurnya Mamak tersenyum tenang.

Pejam matanya begitu mendamaikan.

 

Bila kemarin aku mendapati tubuh Mamak dalam kondisi lebam.

Tangan dan wajahnya menghitam.

Telapak kaki dan tangan kedinginan.

Pagi muram itu wajah putih mulus Mamak kembali kudapatkan.

Mamak diam.

Kuajak istighfar,

Mamak tak lagi memberikan jawaban.

Aku menangis.

Kupeluk Mamak.

Aku masih tidak percaya Mamak pulang.

Melihat gerakan nafas di dadanya yang tak lagi kudapatkan,

Maka didadanya kubisikkan,

"Mak, insyaallah aku ikhlas Mamak pulang."

 

Dan kini,

Genap tujuh hari sudah Mamak pulang.

Sowan.

Menghadap Sang Rahman dalam kedamaian.

Nderek Gusti Pangeran.

Tuan segala Tuan.

Gusti Bendara yang dirindukan.

 

Terimakasih ya Rabb.

Aku bersyukur.

Insyaallah Mamak pulang menghadap-Mu dengan keridhoan.

Memanggil dan menyebut nama-Mu

Dengan keagungan.

Mengharap ampunan dari-Mu

Dengan ketulusan.

 

Kini Mamak sudah bertemu dengan Bapak.

Bertemu pula dengan orangtua dan adik yang ia rindukan.

 

Yaa Rabb.

Tempatkan mereka berdua di sisi-Mu.

Di surga suci-Mu.

Di antara orang-orang beriman yang menjadi kekasih-Mu.

Kasihilah mereka berdua.

Yang mengasihiku sejak lahir hingga dewasa.

Ampuni dosa-dosa mereka, dan terimalah semua amal baiknya.

Lapangkan dan terangi kuburnya dengan cahaya.

Dan jagalah mereka dari fitnah kubur dan dari siksa api neraka.

 

Dalam tujuh hari mengenang Mamak.

My best Mom of the year

Kini aku baru menyadari,

Mamaklah yang menemaniku saat bersih-bersih di RD.

Wajah putih itulah yang kukenali.

Dan aku bisa memastikan sekali lagi.

Bahwa wajah itu

Memang sebenar wajah Mamak yang akan pergi....




catatan hati pada 12 Februari 2021

06.23 wib