Sebuah catatan hati kepada Ta,
Yang kepadanya semesta
mengalirkan segenap cinta
Ta, padamu aku percaya. Sepenuhnya.
Ta, ntah mengapa pula padamu aku
justru ingin bercerita.
Meski kita tak pernah bersama, namun
aku percaya kaulah satu-satunya teman.
Satu-satunya tempat aku bercurah
segala keresahan.
Ta, aku ingin kau tahu yang
sebenarnya,
maka Ta, ketahuilah yang sebenarnya.
Aku ikhlas Ta, melakukan semua.
Aku ikhlas Ta, meniatkan dari
semula.
Tapi bila niat baikku sudah
bercampur dengan jelaga....
Maka segala apa yang kulakukan
tak lagi berguna.
Aku memang mengaku bersalah
dengan melakukan banyak kesalahan.
Tapi aku berharap bahwa semoga kesalahanku
tak melulu jadi alasan.
Bahwa kesalahanku tak melulu jadi
permasalahan.
Akankah yang kulakukan bisa
menjadi penebus dosaku atas sikapku yang dianggap fatal melebihi batas
kesopanan (sementara yang kulakukan adalah menjaga etika tetamu yang tidur
telentang sembarangan. Etiskan tamu pria dengan celana pendek berbaring di
ruang depan dengan kaki bersilang diangkat ke atas? Aku memang salah Ta. Tapi
sekali lagi aku tak punya alasan untuk berbenah. Bukankah seorang yang
dinyatakan bersalah tak akan pernah diberi peluang untuk menyatakan alasan?!?)
Bukankah aku juga melakukan tugas-tugas
yang dipercayakan dengan penuh pertanggungjawaban? Bahkan kadang diluar batas
kemampuan kekuatan yang kuandalkan. Aku tahu diri. Aku tak bisa maksimal. Aku
tak pernah bisa melakukan tugas dengan baik mendampingi mereka. Aku tak sesabar
ia yang dengan mobilnya numpang menitip anak dan numpang makan. Aku tak
sepandai ia yang membuka bengkel dengan kecermatan. Aku tak selincah ia yang
bisa bermulut manis disana-sini.
Tapi aku juga tak senyinyir ia,
Ta. Yang dengan lidahnya justru menguatkan pihak lain semakin memusuhi kami. Aku
tak sehina ia yang justru dengan lidahnya malah dikatakan bermulut perempuan.
Aku tak suka mengadu, Ta. Selama aku bisa menanganinya, aku akan
menyelesaikannya.
Dan semua keburukan sikapnya
dalam hatiku hanya ku simpan. Tipuannya, muslihatnya, aku sudah memegang kartu
matinya. Tapi justru karena itu aku juga harus menghindarinya. Karena satu hal
yang aku percaya bahwa hanya ada dua jalan untuk dapat bangkit di dunia ini. DENGAN
KEMAMPUAN SENDIRI ATAU DENGAN KELEMAHAN ORANG LAIN. Dan aku lebih memilih harus
berjuang dengan kemampuanku sendiri. Aku tak mau peduli pada mereka, adik-adik
yang padanya aku menaruh harapan. Adik-adik yang padanya aku berharap akan
sebuah masa depan. Aku harus rela membiarkan mereka menyulam dan merajut
sendiri dengan sepenuh kekuatan yang sudah mereka hasilkan. Karena aku percaya,
saatnya sudah datang. Mereka sudah siap ditinggalkan.
Dalam keseharian aku tertekan,
Ta.
Tak ada yang mau tahu isi hatiku.
Mereka hanya tahu aku dibayar untuk itu. Untuk sakit hati itu?!? Ya. Paketnya
jadi satu.
Ta, aku tak pernah berharap
dibayar dengan uang jutaan. Atau dengan penghargaan yang memperlihatkan namaku
tertera dengan kebanggaan. Tidak, Ta !!! Aku hanya berharap bahwa kerja yang
kulakukan, pengabdian yang kuagungkan layak mendapat tempat seperti yang
kuharapkan. Bukan dibalas dengan celaan. Bukan dibalas dengan cercaan.
Aku seorang penulis, Ta. Tak
layak juga bukan kalau penulis harus menulis diluar yang diingnkan. Skenario
itu milikku, Ta. Bukan mereka yang berhak mengaturnya. Tapi tidak. Ada banyak
hal yang berubah dari rencana semula. Visi misi indah yang dulu sempat kukecap
sesaat kini menjadi cuka pahit yang harus kutelan sendiri. Inikah visi misi
pengabdianku, Ta? Dengan tegas aku katakan, TIDAK !!!
Maka aku memutuskan keluar dari
semua yang kurasakan. Ketidaknyamanan. Dimusuhi dan kata-kataku tidak ada yang
dibenarkan. Bahkan saat aku hanya hanya berbagi informasi saja, sepertinya aku
sudah dicekal. Tapi persetan dengan polahnya! Yang pasti sudah banyak yang tahu
belang punggungnya. Penipu ulung sepertinya semoga menunggu disadarkan oleh
pihak lain saja. Tokh aku sudah memutuskan untuk mengalah. Mengalah demi
melayani suami bagiku bisa jadi alasan masuk akal dari pada melihat kebencian
di mata munafiknya yang padaku tidak pernah bersahabat.
Atau mungkin aku membahayakan posisinya, Ta?!? Aneh bukan ?!? Aku sudah bosan terlibat dalam kepengurusan. Sebagaimana yang kau tahu selama ini, Batam sudah menguras habis tenaga dan pikiranku dalam semua jenis kesibukan. Di KSR PMI yang di sana aku bisa berbagi cinta. Di English Club yang di sana aku bertambah ketrampilan. Atau di Jurnalistik, yang bersama mereka aku bisa bebas bercuap mengolah kata tanpa cekal?!?
Atau mungkin aku membahayakan posisinya, Ta?!? Aneh bukan ?!? Aku sudah bosan terlibat dalam kepengurusan. Sebagaimana yang kau tahu selama ini, Batam sudah menguras habis tenaga dan pikiranku dalam semua jenis kesibukan. Di KSR PMI yang di sana aku bisa berbagi cinta. Di English Club yang di sana aku bertambah ketrampilan. Atau di Jurnalistik, yang bersama mereka aku bisa bebas bercuap mengolah kata tanpa cekal?!?
Ah, entahlah, Ta. Aku tak pernah paham
pikiran kotornya. Biarkan saja. Yang penting adik-adik bertahan dalam kebaikan.
Bergabung dan belajar akan jadi bekal terbaik bagi mereka untuk masa depan. Masa
yang tidak akan pernah kita temui di kemudian. Insaa Allah mereka diberi kekuatan
bertahan, berlimpah kesehatan, ditambah kesejahteraan.
Amin, Ta. Hanya itu doa yang kumohonkan.
Jangan dulu pergi dan berlalu dariku, Ta. Aku masih ingin dan akan selalu berbagi cerita.
Nglipar, 07/02/2018
Nglipar, 07/02/2018