Tragedi Sebuah Kursi
“Gayanya
itu lho. Sangat tidak sopan dan keterlaluan! Sudah perempuan, merokok di depan
umum, mana kakinya diangkat, jigrang seenak hati sambil ngadep
kopi. Kayak putri raja. Memalukan.” Seorang Bapak datang. Mengeluh perlakuan
tak senonoh yang dia dapatkan saat berharap sebuah bantuan.
Mengisahkan
dua putranya yang mengalami kelainan langka, Muscullar Dhystrhopy, sebut saja
Pak Basri, mengajukan permohonan bantuan kursi roda pada sebuah organisai yang
menawarkan bantuan ini. Sebuah organisasi difabel yang ada di Semarang, yang
kepanitiaannya diurus oleh beberapa orang dari sebuah organisasi memberikan kesempatan. Dan Pak Basri tak mau melewatkan
kesempatan dengan berharap putra-putrinya mendapat bantuan kursi yang memenuhi
standar kesehatan.
Dan
setelah menunggu beberapa waktu, saat yang ditunggupun tibalah, hari dimana pengukuran
kursi roda dilakukan. Pak Basri dan dua buah hatinya (A dan B) ikut mengantri
di lokasi pengukuran yang diadakan di Aula sebuah dinas.
Menggunakan kursi roda bantuan milik komunitas yang mereka ikuti, sedikit
was-was mulai mengisi hati saat antrian makin mendekati. Bukan apa-apa, hanya
saja ada seseorang yang mengancam mencoret nama mereka dari daftar antrian.
Diancam
oleh seseorang yang mereka kenali, (sebut saja X) rasa takut makin menguasai. Si
X mengancam dan meneror A dan B dengan mengatakan, bahwa dia berhak mencoret
nama A dan B dari daftar pemohon kursi roda karena selama ini X terlibat
permusuhan pribadi dengan A dan B. Tak pelak lagi. Karena diancam dengan cara
yang diluar dugaan mereka, maka A dan B tak lagi berniat mengharap kursi roda
yang semula sangat mereka ingini. Pasrah. Meski kursi roda yang mereka gunakan
saat ini adalah milik organisasi/komunitas yang mereka ikuti, mereka tak
menghendaki kursi roda baru lagi. Memupus harapan, itulah keputusan mereka saat
ini.
Alkisah
di sebuah negeri.... X pernah mencoba mengatakan pada masyarakat bahwa kursi
roda yang dimilik A dan B, sebagaimana kursi roda lain yang dibagikan oleh
komunitas yang diikuti oleh A dan B tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan
karena akan merusak struktur tulang. Tentu orang paham bahwa hal seperti
tersebut sangat bisa dibenarkan. Akan tetapi tentu saja masyarakat akan kembali
mempertanyakan, kalau kursi roda yang selama ini digunakan oleh A dan B, yang
ternyata tidak memenuhi syarat perbaikan struktur tulang kenapa diminta untuk
disumbangkan?!? Mintanya dengan cara paksa lagi.
Hingga
waktu terus berjalan.... Beriringan. Di sebuah desa lain tragedi sebuah kursi
yang sama terjadi lagi. Orangtua penerima manfaat bantuan kursi roda diminta
untuk menyerahkan kursi roda yang mereka miliki dengan mengisi persyaratan dan
menandatangani pernyataan bermaterai 6000 ribu rupiah secara paksa. Masih
dengan pelaku dan kepanitiaan yang sama dengan tragedi di Semarang, dan
penandatanganan dilakukan setelah pengukuran.
Orangtua
bingung mempertanyakan. Apa yang bisa dilakukan.... Masih menunggu jawaban dan
hasil proses penyidikan. Berharap akan sebuah bantuan, namun sakit hati yang
didapatkan. Ah, ironi yang menyedihkan, saat seorang difabel berusaha menekan
difabel lain demi sebuah kepuasan. Ego diri yang belum terpenuhi. Sekarang aku
mengerti, saat aku pernah terjebak dalam lingkaran semacam ini. Sakitnya tuh
di..... gigi....
Mengapa hal buruk semacam ini harus terjadi? Saat dendam pribadi harus dibawa ke organisasi dan ada banyak korban yang dipilih sebagai pelampiasan emosi. Ah. Sedih rasa hati ini. Karena semua bermula dari dendam yang mereka miliki, bukan karena dendam organisasi. Mengapa harus dendam pribadi?!? Datanglah padaku dan lepaskan dendammu. Jangan pada mereka, makhluk tak berdosa yang jatah hidupnyapun tergantung pada kemurahan Yang Kuasa. Bukankah kita semua sama? Hanya berharap pada kasih-Nya sehingga bisa mendapat peluang hidup yang lebih lama.
Ah. Ironi yang terjadi. Mengapa harus aku alami?!? Aku bisa apa sekarang, saat semua orang menyalahkan. Aku hanya butuh refleksi. Aku akan koreksi diri. Tapi jangan libatkan mereka yang tak berdosa dalam masalah kita ini. ini pribadi. Ingat!!! Sekali lagi antara kita sendiri. Kau dan aku. Sendiri!!!