Sunday, October 16, 2016



Pengakuan




Selapis mendung bergayut, kabut.
Selaksa aroma menggoda, kerisik rumput mayapada.
Ribuan cahaya terangi gulita, kejora.
Bahkan bayu sempat mengusik rentan dalam keringkihan,
berupa badai yang meresahkan.

Namun itu bukan apa-apa.
Hujan dan topan justru bangkitkan, 
semangat baja
dalam dunia sunyi yang mereka punya.


"maka nikmat mana lagi yang hendak kau dustakan?"

kalimat penyegaran, membuat jiwa gersangku bangkit dari kegelisahan.

Gunung Ungaran,
saksi kebersamaan dan kesetaraan,
bagi sahabat yang selama ini terasing dalam kesunyian.
Sebuah sukses telah diraih dengan kegemilangan.
Tak perlu diragukan, jangan lagi dikecewakan.
Inilah langkah awal menuju mimpi yang akan mereka wujudkan.

Bersama demi KESETARAAN.
Jalin kasih dalam persaudaraan.
Indahnya kasih sayang dari Maha Rahman.

Aku ada di antara mereka 
yang terasing dalam sunyi panjang....
meluruh diri dalam kebahagiaan.
Keharuan menerjang,
penuhi kalbu dengan kesyukuran.

Monday, August 29, 2016




Curahan Rasa Hati, Pada Diri





Rabbi,
aku pernah menyakiti hati lembut ini.
Aku juga pernah melukai cintanya yang suci.

Rabbi,
bantu aku 
untuk bisa menghapus 
segala perih yang kutuang dan menodai kasihnya nan murni.

Rabbi,
Perlahan dan pasti,
ajarkan aku untuk mulai mengabdikan diri.
Melayani kasihnya dengan sepenuh hati,
agar aku tak lagi melukai hati putihnya nan berseri.
Ajarkan padaku 
tentang derita yang pernah dia alami.
Ajarkan padaku 
kesabarannya menyelami samudera luas hidup ini.
Dan tunjukkan padaku 
betapa dengan semua kesulitan yang dia alami,
dia masih dan selalu bisa mensyukuri karunia-Mu
 yang mengalir setiap hari.

Biarkan dalam menit-menit waktu yang kulalui,
Aku akan belajar untuk memahami,
Belajar pula untuk mengerti,
betapa dia memiliki hati putih yang menawan sanubari.
Duuhhh, 
Aku melakukannya lagi.
Aku menyakitinya, Ya Rabbi,
Aku bahkan melukainya setiap kali.
Merajuk padanya dengan tangis yang tak pernah kumengerti,
yang aku tahu aku hanya ingin dia selalu ada di sisi....

Aku menyakitinya Ya Rabbi,
Aku melukainya dengan beragam perih yang kuberi.
Sementara dia terus saja mengucurkan kasih sejati.

Adilkah ini Ya Rabbi?!?
Bantu aku untuk membalas semua kasih suci yang dia miliki.
meski hanya dengan belajar melayani,
meski dengan belajar menjadi abdi,
dan belajar untuk memahami,
bahwa dia selalu menjadikanku nomor satu 
dalam hidupnya yang pernah sepi.

Sungguh.
Kini aku menyadari.
Aku menyayanginya sepenuh hati.
Padanya aku kan mengabdi,
memberi sepenuh hati dengan sisa nafas yang kumiliki.
Agar dengan itu hidup kami jadi lebih berseri,
Menggapai indahnya impian hidup di Jannah nan suci.
Meraih cita cinta dari Yang Maha Tinggi,
Pemilik Cinta Abadi di Nirwana, surga tertinggi.

Rabbi,
Sungguh kini aku menyadari,
Bahwa dalam tiap tetes keringat yang  mengalir di dahi,
dia bekerja dengan setulus hati.
Pasrah,
dan menyerahkan semua yang dia miliki 
untuk kuraih dengan tangan kotor ini.

Namun kini aku mengerti,
Kau menghadirkannya untuk membuka mata jiwa ini,
Hingga karena hadirnya aku makin memahami,
bahwa betapa hidup ini selalu penuh onak duri,
Tak melulu bak cerah mentari pagi,
dan sesekali Kau hadirkan badai yang kan menguji.

Baiklah, Ya Rabbi.
Bersamanya aku akan belajar tentang ini.
Saling menguatkan saling menyayangi,
Saling mendukung dan menautkan hati.

Kini ijinkan aku, Ya Rabbi,
Menyayangnya dengan sepenuh nafas yang kumiliki.
Karena dialah imamku,
Tokoh sempurna dalam hidup yang kulalui.
Maka mohonku, Ya Rabbi,
jadikan keluarga kecil yang kami bina 
sbagai taman cinta surgawi.
Yang meleburkan segenap harapan suci,
Menyatukan ketulusan hati,
dalam keberkahan yang Kau limpahkan pada kami.



Kaulah pria sempurna yang hadir di purnama ke lima, membawa nyata harapan cinta....



Yang Tersayang



Maaf, Sayang,
Bila selama ini aku sering melupakan. 
Maaf juga bila selama ini aku sering tak hiraukan.
Bukan berarti aku lupa dengan kewajiban, 
atau karena aku lupa pada apa yang telah kau percayakan.

Yakinlah. 
Bahwa dengan kalimat cinta yang kau bisikkan,
dengan berjuta kasih yang kau limpahkan,
hatiku kan kujaga untukmu seorang.

Percayalah.
Dengan ketulusan yang kau curahkan aku tak mungkin menduakan.
Karena hanya padamu cinta ini diciptakan.

Kaulah harapan, 
yang hanya padamu segenap jiwa kuserahkan.
Kaulah tumpuan,
 dalam segala resah yang kudapatkan.
Kau menguatkan dalam tiap kesulitan.
kau mendukung dalam tiap kegiatan.
Maka, 
jadilah imamku di setiap kesempatan,
agar hidup kita sentiasa penuh keberkahan.
Menuju cinta-Nya di Jannah yang penuh keabadian.



Selembar kenangan saat kita ikut dalam satu kegiatan
hal terindah yang akan selalu kita sempatkan.
Sidorejo, Lendah, Kulonprogo




Monday, August 8, 2016



Saat Cinta Kita Diragukan




Tak seindah yang kubayangkan.
Tak semudah yang kuangankan.

Bulan tertutup awan.
Redup.
Sinarnya temaram.
Enggan.
Berpayung mega hitam.
Dan hujanpun datang,
Mengiring tangisku dengan petir bersahutan,
lalu meredam dengan bulirnya yang berjatuhan.
Aku sendiri.
Terasingkan.
Kau, tak pernah diinginkan.

Bukan mauku.
Bila ternyata semua jauh dari harapan.
Bukan inginku.
Bila mimpi tak seindah kenyataan.

Namun sekarang layak kita bersyukur penuh kerahmatan.
Meski onak duri perih menyakitkan.
Walau sempat terpetik ricuh dan kegaduhan.
Pernikahan kita semoga penuh keberkahan.


Tak seindah yang kuangankan,
Tak semudah yang kubayangkan.
Namun Allah swt senantiasa mengirim anugerah kebahagiaan.
Hingga kasih kita 'kita kan penuh dengan rahmat keindahan.
Mewangi dengan bunga bermekaran.
Berseri dengan nyanyi burung berkicauan.
Penuh kilau embun dedaunan,
yang beningnya sejuk menyegarkan.
Bak telaga surga yang menghilangkan dahaga,
kala kita gersang dan terasing dari riuh kebersamaan.
Sendiri tanpa sesiapa mempedulikan.


Hanya doa, semoga kita berlimpah kesejahteraan.
Bermandi berkah dari Maha Rahman.
Bersama menuju Jannah-Nya yang penuh kebahagiaan.
Abadi dengan kasih sayang.


...........saat cinta kita diragukan, mimpi kita diwujudkan.
Thank God untuk semua anugerah dan kasih sayang yang sentiasa Kau curahkan.


For you, i do i swear that i'll always be your side.  
I will love you with every beat of my heart.




I do swear that I'll always be there.
I'd give anything and everything and I will always care.
Through weakness and strenght, happiness and sorrow
for better for wosre, I will love you with every beat of my heart.

Shania Twain- From This Momment




Saat lagu ini dinyanyikan.
Hatiku serasa terbang kau bawa dalam keindahan.
Menyisir taman kata penuh kupu dan bunga-bunga.
Mendaki gunung dengan selaksa cahaya cinta.
Mengarung samudera laut asmara.
Lupa.

Kaulah pujaan
yang membawa segenap harapan.
Harapan bagi sesama yang membutuhkan.
Harapan bagiku yang merindu kebahagiaan.
Kaulah anugerah terindah yang Dia kirimkan.
Sebuah nikmat kesyukuran.

Padamu kuberjanji,
Menjaga ikatan cinta suci, 
Yang didalamnya kita tautkan hati.
Agar janji yang kita patri akan selamanya abadi.

Di altar cinta sejati
Kuserahkan segenap jiwa ini.
Sepenuh nafas yang kumiliki,
Kupersembahkan padamu setulus hati.
Mengabdi dan melayani
Pada hati bersih yang kau miliki.

Kupintal kata dengan bahagia.
Berpilin cinta,
Berribu doa,
Kaulah segala.
Aku, sahaya yang memuja.

"Yaa Rabbi, 
Jaga dia untuk sebuah cinta yang kami punya." 


Tuesday, July 19, 2016

Mugas, medio Juli 2016

Surat terbuka untuk sahabatku tercinta.
Seorang saudara yang kutemukan saat aku ada, 
jauh, di perantauan sana….
Ini tentang kecewaku. Ini tentang sakit hatiku.
Aku salah mengenalimu.

Assalamu’alaikum, Mbak,
Maaf bila Lebaran kali ini kita harus berbeda pendapat.
Sejujurnya aku mengagumimu. Setulusnya aku menyayangimu, sebagaimana saudaraku. Entah, apakah waktu sekian tahun yang berlalu telah mengubahmu. Ataukah memang aku yang tak pernah benar-benar mengenalmu. Aku sungguh menyayangkan hal itu. Semoga aku yang salah mengenalimu. Hingga saat segala perubahan itu terjadi pada dirimu aku tak perlu menyesal telah menyayangi dan mengasihimu.
Aku menyayangimu. Pada jauh waktu sebelum kita menemukan kebahagiaan versi kita yang sekarang. Kau telah bahagia dengan keluarga kecilmu, pun begitu denganku yang telah menemukan belahan jiwaku. 
Sekian waktu yang berlalu tak juga mengubah rasa sayangku padamu hingga kerikil tajam menyandungku dengan keraguan yang menghempas rasa sayangku. Namun aku masih dan terus mengunjungimu. Karena rasa sayangku. Karena hutang budiku. Dan karena menjaga silaturahim. Kebaikanmu menutupi semua keraguanku meski aku mulai tak percaya dengan pendengaranku. Aku mulai tak percaya dengan penglihatanku. Akukah yang salah menilaimu?!? Entah. Aku masih juga tak tahu. Kalimat penghiburanmu di saat-saat sedihku. Kata-kata bijakmu dalam kecewaku. Betapa dengan semua itu aku masih dan terus mengenalimu, bahwa kaulah sahabat terbaikku. Saudaraku yang kumiliki saat aku ada dalam masa perantauanku. Memelukku saat dalam kedukaanku. Dan itu dulu, jauh saat aku belum bertemu mas yang kini jadi suamiku aku sudah pernah meragukanmu. Aku pernah tak percaya dengan pendengaran dan penglihatanku tentangmu.
Hingga tiba masa membahagiakan itu. Kau bertanya padaku sebuah nama untuk anak temanmu. Apa maksud semua itu, aku masih juga tak tahu. Yang pasti setelah itu kau memiliki seorang bayi dengan nama indah sebagaimana harapan dan doa-doamu. Itu yang kutahu. Aku turut dalam bahagiamu. Ikut bersukacita dengan kehadiran bayi mungilmu. Menunggu waktu, kapan, untuk bisa bertemu bocah kecil yang selalu ada dalam ceritamu. Ah, rasanya tentu kehadiran bocah itu membuaimu. Hingga selembar foto bocah itu kau kirim untukku. Manis. Kurasa lincah. Matanya bak kejora, seperti nama yang kau berikan untuk disandangnya. Ya, Kejora. Setidaknya begitulah aku menerjemahkan arti nama bocah itu secara bebasnya. Cemerlang. Kurasa secerlang harapan yang kau berikan padanya. Seiring berjalannya waktu aku kemudian tahu siapa bocah kecil yang kau pungut dan kau asuh di keluargamu. Kau angkat menjadi “anakmu”.
Lalu aku mengunjungimu. Lagi dan untuk ke sekian kali. Tahun berapa waktu itu aku tak lagi mengingatnya. Yang pasti aku belum mengenal mas, yang kini jadi suamiku. Mungkin kau sudah bosan padaku. Tapi karena aku menghormatimu aku terus mengunjungimu. Demi menjaga silaturahim indah yang pernah kau ajarkan padaku. Dan karena kau selalu ramah menyambutku. Selalu tersenyum menjemputku. Melayang anganku untuk bisa bertemu dengan bocah kecil dalam foto yang kau kirim untukku. Aku juga merindunya. Ingin menyapanya. Memeluknya sebagaimana kau selalu memelukku dengan mesra saat kita jumpa.
Ah, aku berandai-andai karena ternyata kenyataan yang kudapatkan jauh dari harapan. Saat aku menjumpaimu dan bocah kecil lucu dalam foto itu…. Menyakitkan. Sangat mengecewakan. Tentu kau masih ingat apa kalimat pertama yang bocah kecil itu ucapkan saat aku pertama kali menyapanya. Kau masih mengingatnya, kan, Mbak?!? Tentu saja kau harus mengingatnya. Itu kosa kata terburuk yang dia ucapkan. Kata-kata terburuk sekalipun diucapkan oleh orangtua. Kalau kau sudah melupakannya, baik.  Aku akan sedikit membuatmu ingat kapan pertama kali aku bertemu bocah itu. Waktu itu rumahmu baru saja dibongkar. Direnovasi untuk menjadi sebuah toko seluas yang sekarang. Jadi tahun berapa itu, Mbak?!? Yang pasti aku juga masih belum mengenal mas, yang sekarang jadi suamiku. Kalau tak salah ingat saat itu puasa tapi tahun berapa aku lupa. Dan katamu bocah itu mudah dendam?!? Lalu dendam semacam apa yang dia simpan padaku bila itu kali pertama aku bertemu?!? Atau kau memang mengajarkan dia untuk jadi pendendam, Mbak?!?  Tidak! Aku tahu itu bukan mbak Niekku. Kau lembut hati sebagaimana aku mengenalmu 20 tahun lalu. Kau bahkan mudah menangis dan tersentuh untuk hal-hal kecil yang menggugah nuranimu. Aku tahu pasti itu. Kau orang yang tak tegaan pada kami, teman-teman seperjuanganmu. Rekan-rekan kegiatanmu. Kaulah ibu yang menjaga kami adik-adik tingkatmu. Aku membanggakanmu. Aku bahkan menangisimu saat habis masa kontrakmu. Aku membenci perpisahan kita dulu karena kau meninggalkanku.
Setelah pertemuan pertamaku dengan "anakmu" waktu itu aku kau inapkan di rumah saudara kembarmu. Aku ingat karena aku makan sahur bersama mereka, dihidangkan tempe kacang nikmat, sebagai salah satu makanan langka menjadi momen yang tak akan pernah bisa aku lupa. Dari situ, dari obrolan yang keluar bersama keluarga kecil itu aku sedikit tahu bagaimana kelakuan bocah kecil itu. Aku memupus kecewaku. Biasa. Rasaku, anak kecil memang suka bertingkah untuk mendapat perhatian tertentu. Aku mengabaikan kalimat yang keluar dari mulut bocah itu saat ia membalas ucapan salamku dengan kata jorok yang tak layak terucap dari seorang anak, yang statusnya “anakmu”.
Dan waktu terus berlalu. Aku masih saja ke rumahmu, dan masih belum mengenal mas yang sekarang jadi suamiku. Beberapa kali mengunjungimu, dan selalu, saat pulang harus memendam rasa sakit mendengar ucapan tak senonoh dari bocah yang statusnya adalah “anakmu”. Aku tahu bahwa aku harus mengabaikan ucapan "anakmu", anak kecil yang butuh waktu untuk berproses seperti katamu. Itu karena aku juga punya banyak keponakan yang turut kuasuh dengan caraku. Hingga aku masih menganggap wajar kenakalan yang dilakukan “anakmu”.
Mbak,
Aku mengasihimu. Jadi aku tahu Mbak kecewa dengan kalimatku. Mbak kecewa dengan tulisanku. Seolah aku tak pernah ingat seperti apa dan bagaimana aku dulu. Tapi sekali lagi ijinkan aku mencurahkan isi hatiku. Bukan untuk mengguruimu. Bukan maksudku menyakiti hatimu. Aku hanya ingin Mbak sedikit tahu bahwa sejak dulu, sebelum aku ketemu mas yang sekarang jadi suamiku, aku sudah sering tersakiti oleh kata dan kalimat “anakmu”.  Orang-orang sekitarmu mungkin dan sepertinya hanya menutup mata telinga mereka karena rasa segan pada nama besar keluargamu.
Kalau katamu aku harus bisa mengerti "anakmu", aku tak akan pernah mau. Aku bukan karyawanmu. Aku bukan orang upahanmu. Karyawanmu, tentu saja mereka berusaha memahami “anakmu” karena mereka orang upahanmu. Karyawanmu, tentu saja harus mau jadi anjing yang harus menurut kata-kata anakmu. Segala perintah dan permintaan “anakmu” adalah KEHARUSAN. Karena kalau mereka tidak melakukan apa yang “anakmu” perintahkan, maka murkamu yang mereka dapatkan. Atau kalau tidak maka anakmu akan menjadikan mereka sebagai bahan bual-bualan atau tiang samsak yang siap dipukul atau dibantai kapan saja. Atau paling tidak imbas lain yang mereka dapatkan  gaji mereka jangan-jangan malah Mbak  tahan.
Maaf, Mbak. Jauh-jauh hari sebelum aku bertemu dan menikah dengan mas, aku sudah berusaha memahami “anakmu”. Tapi sungguh karena aku terlalu bodoh maka  aku tidak tahu bagaimana kriteria “anakmu”. Hingga saat adik mas bekerja sebagai orang upahanmu, atas permintaanku, tiap kali dia cerita tentang “anakmu” aku tak pernah menggubris tentang itu. Kenapa, Mbak? Karena aku tahu itu hanya akan merusak hubungan baikku denganmu, dengan keluargamu. Eman, Mbak. Hubungan yang terjaga selama 20 tahun harus putus hanya gara-gara anak kecil yang seharusnya bisa kita kendalikan. Tapi aku tidak bisa terima diperlakukan seenaknya oleh anak kecil yang kata orang adalah "anakmu". Bagaimana mungkin ?!? Kau baik padaku. Suamimu baik padaku. Keluargamu? Aku segan dan respek pada mereka tiap waktu. Tapi "anakmu"?!? Dari mana kau pungut bocah liar itu?!?
Jadi Mbak, mengingat kembali saat lebaran kemarin. Sejak awal “anakmu” marah padaku aku sudah mau pulang.  Tapi semua orang yang ada di situ, semua karyawanmu minta tolong padaku, ‘Jangan pergi. Bantu kami di sini. Temani Ibu dan anaknya biar tidak mengusili kami. Banyak dari kami yang sudah menjadi korban.’ Maka aku bertahan.
Ah, Mbak. Aku sangat menyayangkan. Kebaikan dan kebesaran hatimu kalah oleh seorang bocah. Apakah karena merasa bahwa kau tidak pernah mengandungnya maka kau merasa salah bila kau sedikit bersikap tegas?!? Setiap kita butuh waktu untuk berproses. Aku tahu. Tapi yang mungkin Mbak lupakan adalah bahwa proses dan waktu yang berjalan menuju kebaikan akan menghasilkan kebaikan. Bukan seperti itu yang aku dapatkan. Berapa lama?!? Ntah. Aku tak mau membahas karena bukan hanya itu yang jadi permasalahan. Sayang bila akhirnya nama baik keluarga Mbak cemar karena prilaku salah dari bocah yang Mbak pungut begitu saja.
Satu lagi yang Mbak perlu tahu. “anakmu” adalah pelaku pelecehan seksual terbaik yang didukung orangtuanya. Korbannya, karyawan tak berdosa yang tak bisa berbuat apa-apa. Pasang CCTV jangan hanya di toko, Mbak. Kalau perlu di tiap sudut rumahmu, shingga Mbak  tau hal buruk apa saja yang sudah dilakukan “anakmu” pada karyawan-karyawanmu. Professional saja, Mbak. Kalau mereka keluar dari situ, itu bukan karena amarah atau cerewetmu. Mereka hanya menjaga kemungkinan untuk tidak jadi korban “anakmu”. Karyawan bukan anjing peliharaan, Mbak. Yang tiap saat bisa semaunya kita perlakukan. Beri mereka makan yang layak, bukan makanan yang diambil dari sisa mainan anak-anak. “anakmu” memperlakukan karyawan tak lebih dari binatang peliharaan yang aku yakin di benakmupun tak pernah terlintas. Aku lebih suka membantu di dapur dan  memperhatikan betapa sikap yang diperlihatkan “anakmu” lebih menunjukkan semua itu.
Sadarilah, Mbak. Sekian waktu aku mengenal “anakmu” tak ada hal baik yang kutemukan sejak dulu selain pujian yang sering kau berikan tiap waktu. Pujian hanya huruf P yang tersembunyi dibalik kata ujian, Mbak. Dan semoga Mbak selalu ingat, jangan sampai seorang anak merusak nilai raport kita di mata Allah swt.
Sekali lagi, Mbak, kembalilah menjadi mbak Niekku yang dulu.
Sekarang aku sadar bahwa sejak kejadian kemarin itu aku memang orang lain buatmu. Aku memang bukan apa-apamu. Tapi buatku, mbak Niek tetap saudaraku. Mbak adalah sahabat terbaikku dalam suka dukaku. Mbaklah yang membimbingku, karenanya akan selalu kuingat semua nasehat dan petunjukmu. Semua kalimat bijakmu masih hangat di memoriku. Masih banyak catatan tanganmu yang sampai saat ini kusimpan untuk semangatku.
Jadi Mbak, masih ingat tentang kerja profesional kan? Jangan campur adukkan masalah kita dengan orang-orang sekitarmu. Kerja adalah kerja. Sementara masalah kita adalah intern kita. Itu tentang persahabatan kita, bukan tentang kerja.
Maaf bila tulisan ini banyak menyinggung perasaanmu. Sekali lagi bukan maksudku mengguruimu. Tak hendak aku mengajarimu karena kau akan slalu jadi  guru terbaikku.
Semoga mbak Niek tetap masih bisa mengenaliku.
Aku selalu menyayangimu.
Wassalam wr. wb.

Wednesday, May 18, 2016



Sebuah Kenangan




Nada-nada rindu bergaung di hatiku.
Mengingatkanku pada kepiluan yang menggayut kalbu.
Rindu pada sosokmu.
Rindu pada tawamu.
Suara kasihmu, adalah semangat yang mengisi jiwaku.
Teringat pesan darimu, kata bijakmu.
Betapa dengan semua yang kau ucapkan,
Betapa dengan semua yang kau teladankan
Membuat kami merasa sangat berat dan kehilangan.

Kebersamaan yang singkat, 
keceriaan yang berlalu teramat cepat.
Tawamu, 
gores senyummu.
Betapa semua membawaku dalam bahagia penuh nikmat.
Kaulah karunia terbaik sebagai seorang sahabat.

Bersama kita mengungkap asa,
Coba wujudkan segenap keinginan.
Coba berbagi tentang segenap impian.
Namun waktu berkehendak lain saat berkata tentang harapan.
Kini, aku terlena dalam kesendirian.
Saat kau pergi dalam keabadian,
Aku terpaksa berjalan dalam diam. 
Menunggu sesiapa yang masih peduli. 
Berharap seseorang masih akan menebar simpati 
sebagaimana yang kau lakukan.

Darimu, aku belajar arti kehidupan.
Belajar pula aku tentang makna kesabaran.
Yang diantaranya kau teladankan dengan perbuatan. 
Sehingga aku masih belum bisa percaya 
saat kau pergi menghadap Penguasa Kehidupan.
Tapi tak mengapa,
tokh, darimu aku telah belajar tentang arti keikhlasan,
belajar pula akan artinya merelakan.
"Legowo"
itu kata yang pernah kau ujarkan,
saat menerima jalan takdir yang dipastikan.

Selamat jalan, Kawan.
Bahagialah kau di alam kelanggengan.
Di sisi-Nya bersanding dengan putra yang kau idamkan.
Langkah-langkahmu biar kami yang meneruskan.
Yakin sepenuhnya bahwa inilah takdir yang digariskan,
agar lahir generasi baru yang punya rasa kepedulian.
Memperjuangkan kesetaraan hak teman dan saudara difabel kita 
yang sempat direndahkan.
Aku akan teruskan.
Sendiri, atau dengan seorang kawan.

Selamat jalan, Sahabatku.
Kaulah adik dan teman dekat yang kubanggakan.

Aku mengenangmu dalam tiap perbuatan yang kau contohkan.
Kau akan selalu hidup dalam hati kami, 
teman-teman seperjuangan. 
Inilah tembang yang pernah kau nyanyikan.
Inilah semangat yang pernah kau kobarkan.
Terima kasih untuk semua cinta dalam persahabatan.
Allah swt berkenan mengekalkan.
Janji yang kita ucapkan di Jembatan sungai "Oya"
menjadi pemersatu persaudaraan.


In Memmorium Our Lovely Sister and Friends "Sri Sugihartuti".
Jelok Beji, 15 Mei 2016




Monday, March 28, 2016


SR


Kepada Belahan Jiwaku (1)



Senja nan merah, resah. Menghadirkan beribu rindu di hatiku, biru. Tangisku membuncah, gundah. Mengingatkanku pada hadirmu yang baru kemarin berlalu dari warnaku, pilu.



Kekasihku,
Tak mengapa bila malam ini kembali kita lalui hari dalam kesendirian. Meski kita berjanji untuk saling bertahan, namun selalu saja ada kegelisahan menghantui malam yang kulewatkan dalam kekhawatiran. Cemas akanmu, bertanya tentangmu. Sungguh aku mencoba bertahan, betapa hari yang akan kita jalani masih harus kita perjuangkan untuk masa depan yang sama pernah kita impikan.


Kekasihku, Belahan jiwaku,                                                               Malam ini kembali kita lalui hari dalam kesunyian. Kau di sana, aku di sini, sepi. Namun tak mengapa. Karena janji suci yang pernah kita ikrarkan untuk sehidup semati telah terpatri di altar cinta milik Sang Maha Tinggi. Kepada-Nyalah kita menitip hati yang kita satukan dalam tautan ijab qabul menuju Jannah Surgawi. Dialah saksi cinta kita hingga kehidupan nanti.

Kekasihku, Pujaan hatiku,
Hanya di kertas ini aku sanggup mencurahkan perasaanku. Menuang segenap kerinduanku kepadamu yang tiap waktu terasa meyesak hatiku. Sungguh aku tahu, berjuta pilu juga menyiksa relung kalbumu namun kau mencoba bertahan buatku. Sementara aku di sini, aku tak bisa sekuat karang batu. Kaulah harapan hatiku, yang terus berjuang untuk menguatkanku. Kaulah yang selalu membesarkan jiwaku dengan kalimat-kalimat cintamu. Cintaku, bawa aku dalam tiap doamu, biarkan jiwa-jiwa kita menyatu dalam doa suci yang terus kita alunkan untuk kekuatan cinta ini.
Selama ini, hanya di kertas putih inilah aku bisa menumpahkan segenap rasaku. Yang berhari kusimpan dalam nyanyi rinduku. Tangisku, getirnya senyumku, semua kulakukan hanya untuk menguatkan hatiku karena jauh dari cintamu. Demi cita dan impianku, kau beri semua yang kumau. Kau serahkan seluruh cintamu hanya untuk bahagiaku. Terima kasih untuk kasih tulusmu.

Kekasihku, belahan jiwaku,
Kali ini, saat ini, aku hanya bisa menangis dan menulis yang ada dalam hatiku. Gejolak jiwaku yang berkisah tentang kerinduan yang kurasakan padamu. Aku berharap dengan begitu, nanti saat bertemu denganmu tak ada lagi resah hatiku yang kaubaca dari suaraku. Kau hanya perlu tahu bahwa aku mencintamu dengan sepenuh jiwaku.

Kaulah cintaku, yang dengan seluruh nafasmu berusaha membuat bangga harga diriku. Kepolosanmu, keluguanmu, kerendahan hatimu, lembutnya tutur bijakmu. Betapa semua yang kaulakukan bagiku hanya sebagai salah satu caramu untuk menghiburku. Itulah bukti putih cintamu meski kita masih belum bisa bersatu. Kau menolongku, mewujudkan keinginan dan impianku. Tapi aku sering merasa takut, jangan-jangan itu hanya egoku, yang hanya memperturutkan nafsu. Bantu aku, kekasihku, untuk terus bertahan demi kasih yang kuberjanji hanya akan kupersembahkan kepadamu.
Kesederhanaanmu sering membuatku malu, karena dari tiap hal yang kau tunjukkan padaku seolah kau ingin memberitahu seperti itulah adanya dirimu. Sungguh, betapa bagiku kaulah pria sempurna di purnama kelima yang dulu kutunggu. Terima kasih dengan hadirmu.

Kini waktu telah berlalu. Semoga Maha Cinta mendengar doa-doaku yang berkisah tentang dirimu.

“Ya Illahi Rabbi Rabbul Izzati, jagalah belahan jiwaku yang Kau hadirkan untuk menyempurnakan ibadahku. Satukan jalinan cinta suci kami dalam naungan kasih-Mu yang abadi. Meski saat ini kami belum bisa bersatu menguntai rindu anugerah cinta-Mu, tetap jaga dan lindungi cinta ini agar kami bisa membawa berkah-Mu ke Jannah nan suci. Berikan restu-Mu sehingga jalinan kasih ini bisa membawa kami untuk lebih mendekatkan diri pada cinta-Mu nan sejati. Amin, amin, Ya Rabbal alamiin.”
Sungguh, aku bersyukur merasakan dan memiliki cintamu. Itulah kau dan aku, maka adalah satu. Kita….

Banaran, 6 maret 2016   05.39 PM