Monday, March 28, 2016


SR


Kepada Belahan Jiwaku (1)



Senja nan merah, resah. Menghadirkan beribu rindu di hatiku, biru. Tangisku membuncah, gundah. Mengingatkanku pada hadirmu yang baru kemarin berlalu dari warnaku, pilu.



Kekasihku,
Tak mengapa bila malam ini kembali kita lalui hari dalam kesendirian. Meski kita berjanji untuk saling bertahan, namun selalu saja ada kegelisahan menghantui malam yang kulewatkan dalam kekhawatiran. Cemas akanmu, bertanya tentangmu. Sungguh aku mencoba bertahan, betapa hari yang akan kita jalani masih harus kita perjuangkan untuk masa depan yang sama pernah kita impikan.


Kekasihku, Belahan jiwaku,                                                               Malam ini kembali kita lalui hari dalam kesunyian. Kau di sana, aku di sini, sepi. Namun tak mengapa. Karena janji suci yang pernah kita ikrarkan untuk sehidup semati telah terpatri di altar cinta milik Sang Maha Tinggi. Kepada-Nyalah kita menitip hati yang kita satukan dalam tautan ijab qabul menuju Jannah Surgawi. Dialah saksi cinta kita hingga kehidupan nanti.

Kekasihku, Pujaan hatiku,
Hanya di kertas ini aku sanggup mencurahkan perasaanku. Menuang segenap kerinduanku kepadamu yang tiap waktu terasa meyesak hatiku. Sungguh aku tahu, berjuta pilu juga menyiksa relung kalbumu namun kau mencoba bertahan buatku. Sementara aku di sini, aku tak bisa sekuat karang batu. Kaulah harapan hatiku, yang terus berjuang untuk menguatkanku. Kaulah yang selalu membesarkan jiwaku dengan kalimat-kalimat cintamu. Cintaku, bawa aku dalam tiap doamu, biarkan jiwa-jiwa kita menyatu dalam doa suci yang terus kita alunkan untuk kekuatan cinta ini.
Selama ini, hanya di kertas putih inilah aku bisa menumpahkan segenap rasaku. Yang berhari kusimpan dalam nyanyi rinduku. Tangisku, getirnya senyumku, semua kulakukan hanya untuk menguatkan hatiku karena jauh dari cintamu. Demi cita dan impianku, kau beri semua yang kumau. Kau serahkan seluruh cintamu hanya untuk bahagiaku. Terima kasih untuk kasih tulusmu.

Kekasihku, belahan jiwaku,
Kali ini, saat ini, aku hanya bisa menangis dan menulis yang ada dalam hatiku. Gejolak jiwaku yang berkisah tentang kerinduan yang kurasakan padamu. Aku berharap dengan begitu, nanti saat bertemu denganmu tak ada lagi resah hatiku yang kaubaca dari suaraku. Kau hanya perlu tahu bahwa aku mencintamu dengan sepenuh jiwaku.

Kaulah cintaku, yang dengan seluruh nafasmu berusaha membuat bangga harga diriku. Kepolosanmu, keluguanmu, kerendahan hatimu, lembutnya tutur bijakmu. Betapa semua yang kaulakukan bagiku hanya sebagai salah satu caramu untuk menghiburku. Itulah bukti putih cintamu meski kita masih belum bisa bersatu. Kau menolongku, mewujudkan keinginan dan impianku. Tapi aku sering merasa takut, jangan-jangan itu hanya egoku, yang hanya memperturutkan nafsu. Bantu aku, kekasihku, untuk terus bertahan demi kasih yang kuberjanji hanya akan kupersembahkan kepadamu.
Kesederhanaanmu sering membuatku malu, karena dari tiap hal yang kau tunjukkan padaku seolah kau ingin memberitahu seperti itulah adanya dirimu. Sungguh, betapa bagiku kaulah pria sempurna di purnama kelima yang dulu kutunggu. Terima kasih dengan hadirmu.

Kini waktu telah berlalu. Semoga Maha Cinta mendengar doa-doaku yang berkisah tentang dirimu.

“Ya Illahi Rabbi Rabbul Izzati, jagalah belahan jiwaku yang Kau hadirkan untuk menyempurnakan ibadahku. Satukan jalinan cinta suci kami dalam naungan kasih-Mu yang abadi. Meski saat ini kami belum bisa bersatu menguntai rindu anugerah cinta-Mu, tetap jaga dan lindungi cinta ini agar kami bisa membawa berkah-Mu ke Jannah nan suci. Berikan restu-Mu sehingga jalinan kasih ini bisa membawa kami untuk lebih mendekatkan diri pada cinta-Mu nan sejati. Amin, amin, Ya Rabbal alamiin.”
Sungguh, aku bersyukur merasakan dan memiliki cintamu. Itulah kau dan aku, maka adalah satu. Kita….

Banaran, 6 maret 2016   05.39 PM