Wednesday, April 22, 2015




Asa 



Ada banyak kata ingin kusampaikan.
Kusimpan.
Kuendapkan.
Sudah jadi tulisan.
Semoga suatu saat nanti bisa kupersembahkan.

Dalam buku yang berkisah tentang berjuta harapan,
berribu mimpi tentang masa depan
yang selama ini bersama kita genggam
semua masih enggan kita satukan, 
karena garis takdir kehidupan.

Semoga akan jadi kenyataan
Kala mimpi dan harapan dapat bersama kita sulam
Menjadi sebuah karya kebanggaan
yang akan selalu terkenang
Dalam dekapan anak-anak kehidupan.

Ada banyak kata yang ingin kuungkapkan,
Kusimpan,
Kuendapkan,
Kujalin erat dengan benang kasih sayang
Yang selama ini kau pintal dari kesabaran.
Benang emas berlapis cinta dan kedamaian
Yang selama ini kau sepuh dari ketabahan.
Ajarkan, tunjukkan,
 agar aku tahu makna kehidupan
Yang selama ini harus kau perankan.

Meski dengan kondisi penuh keterbatasan
biarkan hatiku selalu dipenuhi kebanggaan.
Karena kaulah bagian dari keterbatasan
Yang menyempurnakan hidupku dengan kebahagiaan.

Inilah asa dan keinginan
Yang selama ini hanya kusimpan dan kuendapkan.
Kini telah menjadi buku harian.
Buku indah tentang kisah kehidupan
Perjalanan anak-anak Adam yang mengatasi keterbatasan
Dengan segala kemampuan.



Atlas, 160415   
12.33 wib


Masa Depan


Saat kita melangkah pasti di sebuah jalan tak bertepi,

Kugenggam jari tanganmu, erat tak ingin kulepaskan.
Sebuah harapan kau sematkan di antara berratus gugus gemintang.
Tentang asa kebersamaan, bahagia kita di masa depan.
Dan kita melangkah pelan penuh keyakinan.

Menatap binar matamu yang cerlang,
Berkerlip perlahan lalu memancar terang.
Kaulah kejora yang memberi pijar dalam kegelapan.
memberiku kepastian tentang janji masa depan yang akan kita sulam.
Itulah malam-malam kelam yang pernah kita lewatkan.
Gelap, namun yakin esok mentari kan datang saat kita disatukan dalam keberkahan.

Lihatlah, Sayang,
surya menantang dengan secercah senyuman.
Secerah senyum kita menghadapi kehidupan.
Kadang ada mendung, gerimis lalu hujan.
Namun mentari selalu datang kembali membawa harapan.
Sesekali angin kencang menerpa dengan keputusasaan.
Namun doa-doa tetap kita jalin dengan penuh keyakinan.
Bahwa Dia Yang Maha Rahman akan selalu mengirim kabar kebahagiaan.
Mengatur sebuah rencana dengan penuh kesempurnaan,
Hingga kita menemukan tempat terindah mengarungi samudra kehidupan
Di sebuah tempat di masa depan,
Jannah-Nya yang kekal dengan keabadian.
Mari, Sayang,
Temaram senja bersama kita habiskan.
Untuk mengabdi pada-Nya dengan penuh kearifan.
Kitalah hamba yang tak bedaya, tiada guna selain memohon ridho-Nya.
Nikmati gulita dengan tulus dan keikhlasan.
Memintal doa di sepertiga malam dengan penuh pengharapan.
Saling mengingatkan bila melakukan kesalahan.
Bersama berbuat kebaikan di jalan kebenaran.
Karena sejatinya
itulah makna kita menjalani hidup saat mendapati sebuah akhiran.



Atlas, 140415  12.10 wib



Bimbang

Rabbi,
Bila masih Kau perkenankan sedikit aku ingin mengajukan pertanyaan.

Masihkah aku punya kesempatan untuk membuktikan
Bahwa waktu akan membantuku menemukan kebahagiaan,
Atau waktu akan membantuku menemukan celah yang selama ini aku takutkan?!?
Rabbi,
Kiranya bila masih boleh aku bertanya,
Aku tak hendak bertanya tentang hdupku yang seperti apa.
Karena aku tahu Kau telah mengggariskan semuanya
Tentang segala takdir dan garis nasib yang harus aku menjalaninya.
Sekarang waktu menuntutku untuk membuktikan,
Bahwa apa yang telah kuputuskan adalah sebuah kebaikan,
Dan bila aku salah menentukan
maka waktu akan menuntutku untuk memberi penjelasaan.

Rabbi,
Begitu sring aku takut melalui perjalanan,
Kini bahkan ragu mengiring langkahku menuju kebaikan.
Sungguhkah yang kuputuskan sebuah kebaikan,
atau hanya khayalan yang membawaku pada kebimbangan?!?
Bantu aku Ya Rabb,
Agar aku tak salah menentukan jalan
arah mana yang harus kujadikan tujuan.
Bantu aku Ya Rabb,
Aku takut waktu pula yang menuntutku telah melakukan kesalahan
Hanya karena aku salah menentukan pasangan.
Sadar aku sepenuhnya hidupku tidak berakhir dari kegagalan,
Tapi karena aku salah memilih pasangan.
Kini langkahku penuh kebimbangan,
Aku ragu mengambil keputusan.
Meski semula aku telah memastikan
bahwa dia pria yang kuharapkan.
Namun kini teman dekatku seolah meragukan,
Bahwa apa yang kuambil sebagai keputusan akan menjadi penyesalan.
Aku takut dan hatiku penuh dengan keraguan.
Bantu aku menentukan langkah agar kakiku tak lagi bimbang.
Tetap kokoh melangkah meski cabaran menghadang.
Aku, bimbang….

Atlas, 140415  11.38 wib

Sunday, April 19, 2015



Sebuah Pengakuan




And,
sekarang apa yang bisa aku katakan?
Kau sukses melakukannya,
Kau berhasil menorehkan luka.
Merenggut hari-hariku yang ceria,
Memenjarakanku dalam mimpi-mimpi buruk yang menyiksa.


Sekarang aku bisa apa,
Setelah lara cinta yang kau gores
meninggalkan serpih luka panjang.
Dengan hati yang terus saja berdarah
mengucur nestapa tak bisa disembuhkan.
Apakah kau pernah menyadarinya?


Aku masih saja terus bertanya, And,
inikah cinta yang kau puja?
Yang di dalamnya aku kau tawarkan kisah bahagia.

Cinta memang harus meninggalkan luka
Agar orang-orang yang berjalan di jalan cinta
Mengenal makna kata cinta yang sedalamnya,
Namun cinta yang semestinya
bukan  yang begini aku mendengar kisahnya.
Bila cinta harus merenggut masa indah persahabatan.
Sanggupkah aku menggantikan sekian hari kita yang hilang?
Mungkinkah aku merubah waktu dan keadaan
Untuk kembali pada masa indah yang pernah kita habiskan?
Tak bisa ,And. Tak akan pernah bisa.
Hanya hati kita yang bisa melakukan
Untuk kembali menyatukan serpih luka persahabatan
Yang telah ternoda karena cinta yang salah datang.


Kini aku sungguh merasa kehilangan 
manisnya kata mesra persahabatan.
Yang dulu senantiasa kau rangkai 
dalam puisi indah penuh riasan,
Dengan bahasa sastra 
yang kau bingkai penuh ketulusan.
Setelah bertahun kita terpisah jalan kehidupan,
Jujur, semula kukira itu hanya pemanis persaudaraan
Yang selama bertahun ini kita pertahankan.
Menyakitkan, bukan?!?

Bukankah dulu kata-kata indah itu senantiasa kau kirimkan
Bahkan hampir dalam tiap waktu saat jam pelajaran?
Masa-masa kita melalui hari penuh bahagia dan keceriaan
Dalam indahnya kisah remaja menjalin persahabatan.

Jujur juga sampai kita kembali dipertemukan,
Semua kata dan puisi indah yang kau kirimkan
Masih saja kuharap hanya sbagai tawaran persaudaraan.
Cinta dan kasih sayang yang kau lukiskan,
Aku tak pernah mengira itu fakta yang kau nyatakan
Hingga aku terus saja dengan senang hati membalas kata yang kau tuang
Dengan janji manis tentang indahnya cinta anak-anak Adam.


Jujur padamu akhirnya harus kukatakan
Ini memang menyakitkan.
Selintas memang, hanya sekilas,
Indahnya rasa yang berbeda sempat mengusik dalam dada.
Aku sangat menyadarinya,
hingga dengan segera aku merasa harus mengenyahkan.
Bukankah “rasa yang berbeda” itu tak boleh ada antara kita, And?
Maka akupun memupusnya,
Menghapus semua rasa yang terus tumbuh dengan begitu saja.
Aku tak ingin membiarkannya menggelora
Karena aku sadar sepenuhnya kau sudah berkeluarga,
Memiliki anak-anak yang kau kasihi
Dan istri yang padanya layak kau cintai.

Salahku juga membalas semua kata dengan romansa.
Tapi bukankah cinta selalu indah untuk dilukiskan
Meski ia terlarang untuk dihadirkan?!?
Atau bahkan terlarang datang dalam jalinan persahabatan?!?
Entahlah, aku tak pernah paham.


Kini waktu terus berjalan dan kau masih saja diam.
Membiarkanku tersakiti dalam lara panjang.
Menyiksaku dengan cintamu yang tak pernah padam.
Sementara bara itu di hatiku masih juga menyisakan kelukaan.
Sadarilah, aku dulu mematikan rasa dengan penuh keterpaksaan,
Agar nyalanya segera menghilang.
Benih kasihmu kukubur dalam kegelapan,
Sementara ia ingin terus tumbuh berusaha mencari sinar pencerahan,
Dan dengan susah payah aku memupusnya
agar mati tak bersemi menyisakan bunga bermekaran.


And,
Aku masih menahan sakit berkepanjangan
Mengenang hari manis yang pernah kita lewatkan.
Inikah takdir yang memang harus kita perankan?
Kasih kita tak mungkin disatukan.
Hanya indah terkenang dengan luka yang kita sisakan.
Kita biarkan….

Kini aku kian merindukan manisnya persahabatan
Yang pernah bersama kita lewatkan.


Atlas, 180415     05.38 wib




Monday, April 13, 2015



Mas Yang Kusayang, 


Inilah Bait Indah Kenangan.
Ini tentang bahagia yang kurasakan.
Cinta yang biru saat mata kita beradu pandang.
Juga saat senyum Mas melintas di hadapan.
Aku terkesima dengan segala yang kudapatkan.
Pesona tampan dari sosok penuh kederhanaan.
Sbagaimana profil yang selama ini kuidamkan.

Sapa yang penuh kehangatan,
laku yang sopan dengan tutur menawan.
Senyum manis tak ketinggalan.
Aku grogi penuh penyesalan.
Kenapa tidak sejak kemarin semua hal manis ini kurasakan?
Lalu aku bertanya pada diri sendiri penuh keheranan.
Kenapa ya,
Aku tak pernah peduli saat Mas bertanya tentang keadaan.
Aku terlalu cuek saat Mas mengkhawatirkan apa yang kuragukan.
Bersyukurnya semua itu sekarang malah gratis kudapatkan.

Aku tersenyum mengulum simpul kebahagiaan.
Karena bersama Mas semua indah kurasakan.
Sebongkah restu Ibu,
Sebungkus doa sahabat yang mengitariku,
dan serangkum cinta dari orang-orang terdekat yang penuh berkat,
Nikmat.
 
Bersyukur aku memiliki Mas dengan segala kelebihan.
Bersyukur aku memiliki Mas dengan berragam kekurangan.
Inilah kebahagiaan yang ingin kita wujudkan.
menyatukan perbedaan,
menuju kesetaraan,
berkarya untuk kemanusiaan.
Mimpi ini yang harus kita wujudkan,
Cita cinta ini yang harus kira realisasikan.
Smoga semua harapan menjadi kenyataan.
Menyatukan hati dan cinta kita
dari sebuah keterbatasan berpadu dalam kesetaraan.
Menuju masyarakat inklusi 
sebagaimana yang Mas katakan.

Aku bahagia penuh kesyukuran.
Bersanding Mas yang di mataku selalu cemerlang.
Berbuat kebaikan,
tulus menolong teman,
polos dan kekanakan,
lugu walau terkadang menjengkelkan.
Tapi itulah Mas yang selalu bisa kubanggakan.
Sayang, Mas lebih sering mengalah diam.
Membiarkanku senang melihat Mas kebingungan,
Mas lebih banyak heran
dengan ulah yang sering kulakukan.  
Sejujurnya Mas,
karena itulah Mas aku sayang. 


dari sebuah kisah di Temu Inklusi,
Sendangtirto, Berbah, Sleman, Yogya
19-21 Desember 2014
bersama "SS"




Untuk Sebuah Persaudaraan



Pernahkah kau coba mengerti?
Setiap malam setiap waktu aku menghitung mundur detik yang berlalu.
hanya namamu,
hanya senyummu,
bayang wajahmu.
Semua melintas dan melindas malam-malamku.

Kini semua waktu yang kupunya menikam hariku.
Menghentak jantungku dan menyebut semua identitas dirimu.
Kerinduanku padamu,
keraguanku padamu
juga tentang semua resahku akan janji manis cintamu.
Aku tahu itu hanya nafsu.
Aku paham itu hanya godaan selintas lalu.
Tapi mengapa hanya tentangmu.
Tak sedikitpun aku bisa mengelak darimu.
Mengapa tak juga kau mau berlalu membiarkan aku menemukan masa depanku.
Lepaskan aku dari jerat kasihmu yang membuatku beku.
Kau punya masa depanmu dengan keluarga dan anak-anakmu.
pun begitu dengan langkahku.
Aku telah memilih dia untuk teman hidupku
dia yang mau menerima segala kekuranganku.
Menerimaku bukan karena rasa kasih seperti kasihmu.
Pergilah dan segera berlalu.
Karena kelak kau akan tahu
bahwa kapanpun itu,
kita harus bisa menerima dan berdamai dengan masa lalu.
Bukan melupakan masa lalu yang hanya akan terus diam dan menyiksamu.

And,
aku sedang belajar menerima cintamu,
berdamai dengan semua kasih yang sengaja kau tuang buatku.
tapi kuharap kaupun tahu
hanya sekedar menerima agar aku bisa berdamai dengan semua masa lalu.
Bukan lantas hendak menerima kasih sesaatmu.
Karena bagaimanapun kaulah bayang-bayang masa lalu itu.

Heran, 
entah mengapa aku hanya ingin berkisah tentangmu.
Karena seseorang yang istimewa di hatiku
namanya kusimpan di relung kalbu.
Tak hendak kuberitahu siapapun tentangnya
kecuali saat aku mendoa, menjumpai-Nya Sang Maha Cinta
untuk mengisahkan kasih kami berdua dan memohon ridho-Nya.

Aku menyayangmu dengan dasar persaudaraan.
Yakinkan hati kecilmu tentang apa yang kurasakan.
Ini juga sebuah kerinduan akan arti persahabatan.